Sabtu, 29 Agustus 2015

Pecah

Ada hati yang teriris, ada hati yg biasa mengiris.
Sendu, dan tertumpah dalam endapan kopi yg kita minum. Kata manalagi yang pantas selain rindu?
Bukan salahmu, dia, atau mereka.
Ini salah kata,
yang sempat tersembul dari bibir manismu.
Ini salah bidak-bidak catur yang berjajar
berbaris menerjang sukmaku

Aku takut
berbalik dan pergi
tanpa berani menulis namamu dalam
doa (lagi)
Dan kala kata itu menimbulkan
baret
Luka dalam hati yg terseret
Arus egoisme akan sebuah harapan jawaban kian mengaret
Sungguh, pret!
Atau hanya sepotong foto yg kaupajang di
layar ponselmu?
Hah.
Aku tak mengira kau semelankolis itu.
Atau hanya perasaan sesaat?
Praduga?
Untukmu yang,
tendensius padanya.