Jumat, 16 Mei 2014

Pagi ini..

Terjadi suatu hal yang berbeda saat aku terbangun pagi ini. Di samping bantal apek, tanganku menyusuri berlembar-lembar kain yang menumpuk diatas tubuhku. Ada yang berbeda. Kau tak disampingku. Kulirik lagi, benar-benar ruang kosong. Kubiarkan saja. Jam digital menampilkan angka 06.29, saat ini seharusnya kau sudah mandi dan berpakaian rapi untuk berangkat kerja sayang, namun aku masih manja dengan selimutku. Ahhh..... biarkan saja. Mataku terlalu egois untuk membuka dan bertemu pagi. Aku tak berpikir macam-macam.
Kerisik air berkecipak. Sepertinya berasal dari kamar mandi. 'Tet' bunyi nyala kompor gas terdengar. Lagi-lagi kubiarkan. Aku tak ingin siapapun mengusik kenyamananku pagi ini. Mentari menggeliat. Waktu berjalan lambat. Seperti musik harmonika mengalun pelan, dengan iringan biola di nada-nada akhir. Aku semakin terlelap. Terbuai mimpi yang sempat kubangun, bersamamu. Rumah dengan pagar bambu, dengan cat warna hijau. Pot-pot bunga lili berjajar di pekarangan depan, seperti maumu. Mendidik 11 orang malaikat kecil, seperti maumu. Ah tidak. Cukup enam saja. Kurasa itu cukup untuk membuat satu klub futsal, seperti maumu. Mengajarkan mereka bermain badminton, bermain futsal, dan mengejakan huruf demi huruf dalam kitab kecil itu.
Aku terbangun. Lamunan panjang dari segala hal yang kita inginkan. Suara gelas pecah dari arah dapur. Kubiarkan. Seorang lelaki berbaju oblong hitam dengan celana pendek biru berlogo Manchester United. Khasmu. Membara sepiring nasi dan oseng kubis. Kulirik dapur, terlihat berantakan sekali.
"Umi, ayo sini, bangun. Diangkatnya kepalaku dan menegakkan bantal dengan posisi setengah duduk. Aku tersenyum. Ada yang bergetar didada. "Sudah minum obat?,"sambutmu tersenyum. Disingkirkannya gulungan infus dari lenganku, merapikannya disamping tempat tidur. Diambilnya beberapa pil di laci samping dan segels air putih. Dadaku bergejolak. Seperti beribu bunga bermekaran disudut-sudut hati. Getaran itu semakin hebat. Meracau, merusak segala sistem logika.
"Maem dulu ya, aku cuma bisa masak oseng-oseng kubis. Hehe," kau pun meringis. Senyum paling manis yang aku terima pagi ini. Aku diam. Ada tulus dalam bening matanya. Makasih ya. (Bersambung)