Sabtu,
20 April 2013 14:51
Langit
cerah, tak seperti kemarin. Jika berhari-hari sepetak tanah di bumi Banyuwangi
ini diguyur hujan, kali ini langit membolehkanku berteduh dibawah awannya. Iyup. Aku sengaja pergi ke rumahmu untuk
mencari Bila, adik sepupumu. Aku kangen, sekaligus bermaksud menyambung tali
silaturahmi. Sekitar pukul 11-an aku ke rumahmu dek. Seperti biasa, rumah itu
sepi. Seperti dulu saat pertama kali aku ke rumah ini. Kuucap salam, tak ada yang
menyahut. Kupanggil nama Bila, tak ada suara. Aku pergi ke rumah sebelah,hanya
beberapa meter dari beranda, rumahmu. Ketemukan Pak lik sedang membenarkan alat
pancingnya. Dahinya berkerut. Kurasa ia tak mengenaliku. Aku memang sudah lama
tak kesini. Mungkin sudah 2 tahun. “Pak, Bila ada?,”tanyaku.
“Dulan paling. (sedang maen mungkin),”sahutnya
tak lepas perhatian dari pancingyang dipegangnya.
“Ibuk pundi? (ibu mana)
“Nang sawah nduk. (di sawah nduk),” Pak
lik berjalan ke beranda, dekat ranjang bambu tempat leyeh-leyeh.
“Nophi?
“Nopi wes ga enek (Nophi sudah tidak ada)
Samar-samar
aku mendengar Nopi sudah tidak ada. Aku berharap salah dengar. Tapi tidak
dengan temanku. “Ha? Nopi ga ono?,”tanyanya. Aku mengangkat bahu. Dalam pikirku
berharap dia sedang bersama keluarganya yang lain dan tinggal di tempat lain.
Pindah. Aku tidak mau berpikiran macam-macam. Tapi tidak dengan otakku yang
memilih untuk menampilkan memori saat kau di rumah sakit akhir tahun lalu.
Batinku cemas. Pak Lik masih tenang di beranda depan rumahnya. Aku menghampiri
dan menyalaminya.
“Pak Lik supe nggeh? Niki Lail.(Paman
lupa ya? Ini Lail)
“Oalah,
lail to. Lha ga tau mrene. (lha tidak
pernah kesini). Nophi ewes ga ada Nduk.
Ga ngerti to?. Aku diam. Tidak tahu harus berkata apa.
Wes suwe, tanggal 12 Desember tahun
2012.. waktu itu malam kamis......(bla bla)....”cerita pak Lik mengalir. Aku
tak mendengarkan lanjutan ceritanya. Pikiranku sibuk memikirkan semua kenangan
tentangmu dan bagaimana cara agar aku tidak menangis. Aku kalut. Sungguh kalut.
Tapi aku berhasil untuk tidak menangis didepan paman. Pak lik bercerita banyak
tentangmu. Sayang aku tidak sanggup merekam semuanya. Aku masih berusaha menjadi
seorang pendengar yang baik, meski aku gelisah sekali. Tanganku berkeringat,aku
tidak tenang. Yang kutahu penyakit jantung yang menyebabkan kamu pergi.
Komplikasi. Sejak lahir sakit jantung selalu menggerogotimu, lalu saat tahu obat
yang kau minum adalah obat dosis tinggi, ternyata penyakit itu sudah merembet ke
organmu yang lain, seperti paru-paru dan livermu. Aku bertambah kalut. Sesekali
menggigit bibir, dan meremas tanganku sendiri. Aku benar-benar tidak tahu
tentang ini. Maafkan aku. Maafkan aku Phi.
Lahir,
tua, sakit, dan mati. Penderitaan murni yang selalu manusia rasakan. Kau
melewati satu tahap,sayang. Tua. Kau curang. Kau curang sekali. Kau melewati
satu kata itu. Gadis berumur 17 tahun harus menghilang tanpa harus pamit dulu
padaku. Tidakkah kau merasa bersalah?
Maafkan
aku. Aku bukan kakak yang baik. Aku tahu kita tidak ada hubungan darah. Tapi kau
berati bagiku. Setidaknya kau adalah salah satu orang yang mampu membuatku
tersenyum. Tersenyum dalam arti yang sebenar-benarnya. Kau tidak pernah
membuatku sedih. Sekalipun. Kau selalu
menjaga Bila dengan baik. Menjaga tawa dan tangisnya. Mendampinginya saat dia
tertawa, saat dia menangis, aku masih ingat kalian suka minum es bareng. Kau
suka sekali nyemil, dia juga. Kau juga sering mengingatkan Bila saat dia terlalu
manja padaku. Sesekali kau tersenyum malu. Kau juga beberapa kali meneleponku
untuk sekedar menggodaku dengan kakakmu, dulu. Kau ttidak pernah gendut, Phi. Kau
kurus sekali. Kau selalu bilang,”Lha
manganku wes akeh lo mbak..,”sambil terkekeh, saat aku memaksamu untuk
makan banyak.
Aku
tahu aku bukan orang yang punya banyak kenangan tentangmu. Aku datang untuk
mendengarkan ceritamu lagi. Cerita tentang pacarmu yang banyak, candamu padaku,
tapi kau benar-benar tidak ada, Phi. Kau tidak ada. Kau tidak menyambutku kali
ini. Bukan saat ini saja aku tidak akan menemukanmu disini. Tapi selamanya aku
tidak akan menemukanmu dimanapun. Tahukah kau?
Kau pergi begitu cepat. Kita memang tidak punya cerita
se-kompleks kisahmu dengan Bila, ataupun dengan teman-temanmu di sekolah. Tapi
bagiku, kau malaikat kecil yang membantuku tersenyum. Masih kuingat saat kau malu
saat bertemu denganku. Bagiku, kau tetap adikku. Dimanapun kau sekarang. Aku
masih berharap aku bisa datang ke makammu kapanpun itu. Aku ingin kau baik-baik
saja disana dek. Jangan takut disana. J
Dada Phi, kita akan berjumpa lagi. Mungkin nanti.
Saat Tuhan mengizinkan.
Kutitipkan kau pada Tuhanku. Dia takkan membuatmu
kesepian disana.
Salam sayang
Mbak Laily :*