Rabu, 24 Agustus 2022

24 Agustus 2022 Di Ruang Tengah tanpa Sekat

24 Agustus 2022, di ruang tengah tanpa sekat. Aku duduk dengan layar monitor berjarak 30 sentimeter. Ingatanku mundur, membawa secuil rasa yang tertinggal. Entah kenapa rasa itu tiba-tiba muncul. Tanpa ba-bi-bu, tanpa permisi. Sepertinya ada yang salah denganku. Atau hanya sekedar ingin bernostalgia saja.

Di bawah lampu jalan, aku juga sedang mengeja bayangan. Sebuah bayangan yang hanya aku yang tahu, padahal dia dekat. 

Bayangan yang berubah, bayangan yang tidak pernah pergi. 

Bayangan di bawah sinar bulan, mirip seperti saat aku melihat bulan yang sama saat SMA. 

Halo Bulan. Aku merindukan sinar yang sama. Aku di sini baik-baik saja.

Sabtu, 29 Agustus 2015

Pecah

Ada hati yang teriris, ada hati yg biasa mengiris.
Sendu, dan tertumpah dalam endapan kopi yg kita minum. Kata manalagi yang pantas selain rindu?
Bukan salahmu, dia, atau mereka.
Ini salah kata,
yang sempat tersembul dari bibir manismu.
Ini salah bidak-bidak catur yang berjajar
berbaris menerjang sukmaku

Aku takut
berbalik dan pergi
tanpa berani menulis namamu dalam
doa (lagi)
Dan kala kata itu menimbulkan
baret
Luka dalam hati yg terseret
Arus egoisme akan sebuah harapan jawaban kian mengaret
Sungguh, pret!
Atau hanya sepotong foto yg kaupajang di
layar ponselmu?
Hah.
Aku tak mengira kau semelankolis itu.
Atau hanya perasaan sesaat?
Praduga?
Untukmu yang,
tendensius padanya.

Selasa, 23 Juni 2015

Jumat, 16 Mei 2014

Pagi ini..

Terjadi suatu hal yang berbeda saat aku terbangun pagi ini. Di samping bantal apek, tanganku menyusuri berlembar-lembar kain yang menumpuk diatas tubuhku. Ada yang berbeda. Kau tak disampingku. Kulirik lagi, benar-benar ruang kosong. Kubiarkan saja. Jam digital menampilkan angka 06.29, saat ini seharusnya kau sudah mandi dan berpakaian rapi untuk berangkat kerja sayang, namun aku masih manja dengan selimutku. Ahhh..... biarkan saja. Mataku terlalu egois untuk membuka dan bertemu pagi. Aku tak berpikir macam-macam.
Kerisik air berkecipak. Sepertinya berasal dari kamar mandi. 'Tet' bunyi nyala kompor gas terdengar. Lagi-lagi kubiarkan. Aku tak ingin siapapun mengusik kenyamananku pagi ini. Mentari menggeliat. Waktu berjalan lambat. Seperti musik harmonika mengalun pelan, dengan iringan biola di nada-nada akhir. Aku semakin terlelap. Terbuai mimpi yang sempat kubangun, bersamamu. Rumah dengan pagar bambu, dengan cat warna hijau. Pot-pot bunga lili berjajar di pekarangan depan, seperti maumu. Mendidik 11 orang malaikat kecil, seperti maumu. Ah tidak. Cukup enam saja. Kurasa itu cukup untuk membuat satu klub futsal, seperti maumu. Mengajarkan mereka bermain badminton, bermain futsal, dan mengejakan huruf demi huruf dalam kitab kecil itu.
Aku terbangun. Lamunan panjang dari segala hal yang kita inginkan. Suara gelas pecah dari arah dapur. Kubiarkan. Seorang lelaki berbaju oblong hitam dengan celana pendek biru berlogo Manchester United. Khasmu. Membara sepiring nasi dan oseng kubis. Kulirik dapur, terlihat berantakan sekali.
"Umi, ayo sini, bangun. Diangkatnya kepalaku dan menegakkan bantal dengan posisi setengah duduk. Aku tersenyum. Ada yang bergetar didada. "Sudah minum obat?,"sambutmu tersenyum. Disingkirkannya gulungan infus dari lenganku, merapikannya disamping tempat tidur. Diambilnya beberapa pil di laci samping dan segels air putih. Dadaku bergejolak. Seperti beribu bunga bermekaran disudut-sudut hati. Getaran itu semakin hebat. Meracau, merusak segala sistem logika.
"Maem dulu ya, aku cuma bisa masak oseng-oseng kubis. Hehe," kau pun meringis. Senyum paling manis yang aku terima pagi ini. Aku diam. Ada tulus dalam bening matanya. Makasih ya. (Bersambung)

Selasa, 21 Mei 2013

Palsu


17:23 19/05/2013
Ada apa dengan kau
Kau menjadi seorang gadis pembenci
Bukankah kang masmu tidak suka seorang pembenci?

Kau menjadi pembenci bagi semua orang disekitarmu
bagimu, semua yang mereka lakukan itu salah
semua hanya kamuflase pura-pura baik di depanmu
pura-pura sempurna
dan tak ada apa-apa

Bentangan kalimat yang mengucur
tak laiknya sebagai darah yang mengalir
begitu bohong
begitu pura-pura

Kau keluar!

Mereka menggonggong sampai habis
menggonggong sampai suaranya serak
sampai otakmu padat oleh suara-suara gonggongannya

Engkau begitu batu!


Minggu, 28 April 2013

Sebaris cerita untuk Nophie-ku


Sabtu, 20 April 2013 14:51

Langit cerah, tak seperti kemarin. Jika berhari-hari sepetak tanah di bumi Banyuwangi ini diguyur hujan, kali ini langit membolehkanku berteduh dibawah awannya. Iyup. Aku sengaja pergi ke rumahmu untuk mencari Bila, adik sepupumu. Aku kangen, sekaligus bermaksud menyambung tali silaturahmi. Sekitar pukul 11-an aku ke rumahmu dek. Seperti biasa, rumah itu sepi. Seperti dulu saat pertama kali aku ke rumah ini. Kuucap salam, tak ada yang menyahut. Kupanggil nama Bila, tak ada suara. Aku pergi ke rumah sebelah,hanya beberapa meter dari beranda, rumahmu. Ketemukan Pak lik sedang membenarkan alat pancingnya. Dahinya berkerut. Kurasa ia tak mengenaliku. Aku memang sudah lama tak kesini. Mungkin sudah 2 tahun. “Pak, Bila ada?,”tanyaku.
Dulan paling. (sedang maen mungkin),”sahutnya tak lepas perhatian dari pancingyang dipegangnya.
Ibuk pundi? (ibu mana)
Nang sawah nduk. (di sawah nduk),” Pak lik berjalan ke beranda, dekat ranjang bambu tempat leyeh-leyeh.
“Nophi?
Nopi wes ga enek  (Nophi sudah tidak ada)
Samar-samar aku mendengar Nopi sudah tidak ada. Aku berharap salah dengar. Tapi tidak dengan  temanku. “Ha? Nopi ga ono?,”tanyanya. Aku mengangkat bahu. Dalam pikirku berharap dia sedang bersama keluarganya yang lain dan tinggal di tempat lain. Pindah. Aku tidak mau berpikiran macam-macam. Tapi tidak dengan otakku yang memilih untuk menampilkan memori saat kau di rumah sakit akhir tahun lalu. Batinku cemas. Pak Lik masih tenang di beranda depan rumahnya. Aku menghampiri dan menyalaminya.
Pak Lik supe nggeh? Niki Lail.(Paman lupa ya? Ini Lail)
“Oalah, lail to. Lha ga tau mrene. (lha tidak pernah kesini). Nophi ewes ga ada Nduk. Ga ngerti to?. Aku diam. Tidak tahu harus berkata apa.
Wes suwe, tanggal 12 Desember tahun 2012.. waktu itu malam kamis......(bla bla)....”cerita pak Lik mengalir. Aku tak mendengarkan lanjutan ceritanya. Pikiranku sibuk memikirkan semua kenangan tentangmu dan bagaimana cara agar aku tidak menangis. Aku kalut. Sungguh kalut. Tapi aku berhasil untuk tidak menangis didepan paman. Pak lik bercerita banyak tentangmu. Sayang aku tidak sanggup merekam semuanya. Aku masih berusaha menjadi seorang pendengar yang baik, meski aku gelisah sekali. Tanganku berkeringat,aku tidak tenang. Yang kutahu penyakit jantung yang menyebabkan kamu pergi. Komplikasi. Sejak lahir sakit jantung selalu menggerogotimu, lalu saat tahu obat yang kau minum adalah obat dosis tinggi, ternyata penyakit itu sudah merembet ke organmu yang lain, seperti paru-paru dan livermu. Aku bertambah kalut. Sesekali menggigit bibir, dan meremas tanganku sendiri. Aku benar-benar tidak tahu tentang ini. Maafkan aku. Maafkan aku Phi.

Lahir, tua, sakit, dan mati. Penderitaan murni yang selalu manusia rasakan. Kau melewati satu tahap,sayang. Tua. Kau curang. Kau curang sekali. Kau melewati satu kata itu. Gadis berumur 17 tahun harus menghilang tanpa harus pamit dulu padaku. Tidakkah kau merasa bersalah?
Maafkan aku. Aku bukan kakak yang baik. Aku tahu kita tidak ada hubungan darah. Tapi kau berati bagiku. Setidaknya kau adalah salah satu orang yang mampu membuatku tersenyum. Tersenyum dalam arti yang sebenar-benarnya. Kau tidak pernah membuatku sedih. Sekalipun.  Kau selalu menjaga Bila dengan baik. Menjaga tawa dan tangisnya. Mendampinginya saat dia tertawa, saat dia menangis, aku masih ingat kalian suka minum es bareng. Kau suka sekali nyemil, dia juga. Kau juga sering mengingatkan Bila saat dia terlalu manja padaku. Sesekali kau tersenyum malu. Kau juga beberapa kali meneleponku untuk sekedar menggodaku dengan kakakmu, dulu. Kau ttidak pernah gendut, Phi. Kau kurus sekali. Kau selalu bilang,”Lha manganku wes akeh lo mbak..,”sambil terkekeh, saat aku memaksamu untuk makan banyak.
Aku tahu aku bukan orang yang punya banyak kenangan tentangmu. Aku datang untuk mendengarkan ceritamu lagi. Cerita tentang pacarmu yang banyak, candamu padaku, tapi kau benar-benar tidak ada, Phi. Kau tidak ada. Kau tidak menyambutku kali ini. Bukan saat ini saja aku tidak akan menemukanmu disini. Tapi selamanya aku tidak akan menemukanmu dimanapun. Tahukah kau?
Kau pergi begitu cepat. Kita memang tidak punya cerita se-kompleks kisahmu dengan Bila, ataupun dengan teman-temanmu di sekolah. Tapi bagiku, kau malaikat kecil yang membantuku tersenyum. Masih kuingat saat kau malu saat bertemu denganku. Bagiku, kau tetap adikku. Dimanapun kau sekarang. Aku masih berharap aku bisa datang ke makammu kapanpun itu. Aku ingin kau baik-baik saja disana dek. Jangan takut disana. J
Dada Phi, kita akan berjumpa lagi. Mungkin nanti. Saat Tuhan mengizinkan.
Kutitipkan kau pada Tuhanku. Dia takkan membuatmu kesepian disana.

Salam sayang
Mbak Laily :*

Jumat, 26 April 2013

Menyedihkan


27 April 2013 05:31
Menyedihkan.
Itulah gambaranku sekarang. Rambut awut-awutan, pikiran tak terkondisikan, tak bisa tertawa, paling pol satu-satunya ungkapan yang kulakukan hanya menangis.Kayak anak kecilsaja. Semakin repot saat kacamataku keselip, bingung harus menutupi dengan apa. Seperti kucing kecil dengan telinga tertelungkup, dan kumis lesu disamping mulutnya.

Menyedihkan. Saya menyerah akan keadaan. Ya, give up. Tak seharusnya saya melakukan ini. Tak seharusnya pula saya memilih mundur dan bungkam atas kejenuhan saya. Merekapun sepertinya juga mulai bosan menunggu saya bicara. Mereka. Orang-orang sekelilingku. Bertanya ada apa denganku.  Entah karena peduli, atau sekedar ingin tahu.

Sejak kapan kamu menangis? Kata paling menyedihkan dan sangat naif. 
Saya tidak bias tertawa. Haha. Tertawanya juga tanpa rasa. Bukan stroberi atau coklat yang kumaksudkan disini, ya memang tertawa saya tanpa rasa. Seperti agar-agar tanpa rasa (plain). Wes ga kuat, ga enek rasane maneh. Opo enak e? Terkadang saya juga mikir mungkin agar-agar itu hanya perlu diberi campuran rasa. Rasa asam, manis, asin pun tak apa. Yang penting berasa. Sukur-sukur ada yang mencoba memberinya rasa coklat. Rasa paling menyenangkan dan manis sedunia. J
Saya juga tidak bisa menyalahkan siapapun. Ya karena memang tidak ada yang perlu disalahkan. Mungkin terlalu jenuh juga belajar tersenyum dan ngakak selagi hati sedang menangis. Sudah terbiasa. Sudah tidak bisa dibedakan mana itu menangis dan mana yang tersenyum.
Aku sendiri rindu dengan laily yang dulu. Bebas tertawa, suka ngomel kaya ibu-ibu, terkadang karena hal ga penting seperti ada yang membuang abu rokoknya ke dalam gelas kemasan berisi air. Rindu dengan laily yang perhatian, ”sudahmakan?” adalah frasa yang sering kuucapkan. Lalu saya masak dan berasin-asin ria dikosan, lalu membawanya ke kampus untuk dimakan bareng-bareng. Ada yang bilang tumis jamur dan tumis tempe kacang buatanku enak. Hehe (mencoba tertawa lagi). Ada juga yang memilih oseng kubisku. Hehe (lagi). Soalnya saat itu saya hanya bisa masak oseng-oseng kubis dengan bumbu cinta. Haha

Sekarang? Mungkin juga bosan untuk sekedar mengingatkan seseorang. Ujung-ujungnya jugaditanya,” Kenapa kamu ga ngomong?”dan berbagai frasa pemotongan lain yang mengharuskan saya diam untuk mendengarkan mereka, bukan mereka yang mendengarkan saya. Cenderung menyalahkan daripada sekedar memilih untuk introspeksi. Hah. Sinis sekali saya harus meminta mereka untuk sedikit mendengarkan saya. Jahat. Saya tidak peduli dengan apapun. Atau mungkin saya hanya tidak menyadari kalau sesungguhnya saya sangat peduli dengan ini? Ya, semua berawal dari diri sendiri. Kau bisa jatuh, manakala kau sendiri yang berpikir untuk jatuh. Kau bisa menyerah, saat kau sendiri yang menyatakan diri lemah.
Ijinkan saya untuk berkata bijak pagi ini.
  
Kamu itu sudah besar Lel. Masa kaya gini aja nangis. Cengeng. Manja banget jadi orang. Kamu bisa belajar dari ini, bukan malah melarikan diri. Ada yang berteriak dari bilik hati yang satunya.(Masa ini kata-kata bijak sih? -_-)

…dan janganlah kamu merasa lemah. Karena Tuhan sudah memberikan sebesar-besarnya kekuatan padamu.

Lalu seorang laily pun menghilang, seperti kupu-kupu bersayap tipis menuju matahari siang yang siap membakarnya.

PS: Mungkin diluar sana ada yang cekakak-cekikik “Ternyata kamu tidak bisa berkembang lebih dari saya,” sambil ketawa setan.